hikmah dari kisah ini..
كَانَ عُمَرُ يُنَادِي زَوْجَتَهُ يَا بِنْتَ الْاَكْرَمِيْنَ
Dahulu ‘Umar memanggil istrinya “wahai keturunan orang-orang mulia.
كَان يُكْرِمُهَا وَيُكْرِمُ اَهْلَهَا
Umar sangat memuliakannya dan juga keluarganya.
فِي اِحْدَى اللَّيَالِي كَانَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ
يَدُوْرُ حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ لِيَتَفَقَّدَ أَحْوَالَ الرَّعِيَّةِ,
فَرَأَى خَيْمَةً لَمْ يَرَهَا مِنْ قَبْلُ فَأَقْبَلَ نَحْوَهَا
مُتَسَائِلًا مَا خَبَرُهَا. فَسَمِعَ أَنِيْنًا يَصْدُرُ مِنَ الْخَيْمَةِ
فَازْدَادَ هَمُّهُ. ثُمَّ نَادَى فَخَرَجَ مِنْهَا رَجُلٌ.
Pada
suatu malam baginda ‘Umar bin Khathab berkeliling di sekitar kota
Madinah untuk mencari tahu kondisi rakyatnya. Lalu ‘Umar melihat sebuah
tenda yang tak pernah dilihat sebelumnya. ‘Umar pun menuju ke arah tenda
tersebut seraya bertanya-tanya apa yang terjadi. Lalu ‘Umar pun
mendengar suara mengaduh berasal dari tenda tersebut bertambahlah
kegelisahannya. Kemudian seorang pria keluar dari tenda tersebut
فَقَالَ مَنْ اَنْتَ؟
‘Umar bertanya: Siapa anda?
فَقَالَ: اَنَا رَجُلٌ مِنْ اِحْدَ الْقُرَى مِنَ الْبَادِيَةِ وَقَدْ
أَصَابَتْنَا الْحَاجَةُ فَجِئْتُ اَنَا وَأَهْلِيْ نَطْلُبُ رَفْدَ
عُمَرَ. فَقَدْ عَلِمْنَا اَنَّ عُمَرَ يَرْفِدُ وَيُرَاعِي الرَّعِيَّةَ.
Pria itu menjawab: Saya adalah seseorang yang berasal dari salah satu
kampung arab badui, kami memiliki keperluan maka aku bersama
keluargakuk pun datang untuk meminta bantuan ‘Umar. Sungguh kami telah
mengetahui bahwa ‘Umar membantu dan menolong rakyatnya
فَقَالَ عُمَرُ: وَمَا هَذَا الْأَنِيْنُ؟
Lalu ‘Umar bertanya: “suara mengaduh apakah ini?”
قَالَ: هَذِهِ زَوْجَتِيْ تَتَوَجَّعُ مِنْ اَلَمِ الْوِلاَدَةِ
Pria itu menjawab: “itu adalah istriku, dia merasa kesakitan karena perihnya persalinan
فَقَالَ: وَهَلْ عِنْدَكُمْ مَنْ يَتَوَلَّى رِعَايَتَهَا وَتَوْلِيْدَهَا؟
Lalu ‘Umar mengatakan: “Apakah ada pada kalian orang yang membidani perawatan dan persalinannya?”
قَالَ: لَا!! اَنَا وَهِيَ فَقَطْ.
Pria itu menjawab: “Tak ada, Cuma ada aku dan dia saja
فَقَالَ عُمَرُ: وَهَلْ عِنْدَكَ نَفَقَةٌ لِإِطْعَامِهَا؟
‘Umar bertanya lagi: “Apakah engkau mempunyai nafkah untuk memberi istrimu makanan?”
قَالَ: لَا.
Pria itu menjawab “Tak ada! ”
قَالَ عُمَرُ: اِنْتَظِرْ اَنَا سَآتِي لَكَ بِالنَّفَقَةِ وَمَنْ يُوَلِّدُهَا.
Umar berkata: “tunggulah, aku akan datang lagi dengan membawa nafkah dan orang yang membidaninya”
وَذَهَبَ سَيِّدُنَا عُمَرُ اِلَى بَيْتِهِ وَكَانَتْ فِيْهِ زَوْجَتُهُ
سَيِّدَتُنَا اُمُّ كُلْثُوْمٍ بِنْتُ عَلِيِّ بْنِ اَبِي طَالِبٍ
Lalu baginda ‘Umar pun beranjak pergi ke rumahnya, disana ada istrinya baginda Ummu Kultsum anak dari Imam ‘Ali bin Abi Tholib
فَنَادَى : يَا ابْنَةَ الْأَكْرَمِيْنَ..هَلْ لَكَ فِي خَيْرٍ سَاقَهُ اللهُ لَكَ؟
Lalu ‘Umar pun memanggilnya: “Wahai keturunan orang-orang mulia… adakah
engkau memiliki kebaikan yang Allah swt berikan untukmu?”
فَقَالَتْ: وَمَا ذَاكَ؟
Ummu Kultsum menjawab: “Ada apa?”
قَالَ: هُنَاكَ مِسْكِيْنَةٌ فَقِيْرَةٌ تَتَأَلَّمَ مِنَ الْوِلَادَةِ فِي طَرَفِ الْمَدِيْنَةِ.
‘Umar mengatakan: Ada seorang wanita miskin lagi faqir, dia sedang mengaduh disebabkan persalinan di pinggiran kota Madinah
فَقَالَتْ: هَلْ تُرِيْدُ اَنْ أَتَوَلَّى ذَلِكَ بِنَفْسِيْ؟
Ummu Kultsum berkata: “Apakah engkau ingin aku sendiri yang membidani persalinannya?”
فَقَالَ: قُوْمِي يَا ابْنَةَ الْأَكْرَمِيْنَ وَاَعِدِّيْ مَا تَحْتَاجُهُ الْمَرْأَةُ لِلْوِلَادَةِ.
‘Umar menjawab: “Berdirilah wahai keturunan orang-orang mulia, dan
persiapkanlah apa saja yang dibutuhkan oleh wanita dalam persalinan!”
وَقَامَ هُوَ بِأَخْذِ طَعَامٍ وَلَوَازِمِ الطَّبْخِ وَحَمَلَهُ عَلَى رَأْسِهِ وَذَهَبَا.
‘Umar pun segera mengambil makanan dan alat-alat masak lalu membawanya di atas kepalanya lalu keduanya pun pergi
وَصَلَا اِلَى الْخَيْمَةِ وَدَخَلَتْ اُمُّ كُلْثُوْمٍ لِتَتَوَلَّى
عَمَلِيَّةِ الْوِلَادَةِ وَجَلَسَ سَيِّدُنَا عُمَرُ مَعَ الرَّجُلِ
خَارِجَ الْخَيْمَةَ لِيَعُدَّ لَهُمُ الطَّعَامَ.
Keduanya sampai ke
tenda tersebut, lalu Ummu Kultsum masuk untuk membidani proses
persalinan sedangkan ‘Umar duduk bersama pria tersebut di luar tenda
untuk mempersiapkan makanan untuk mereka
اُمُّ كُلْثُوْمٍ مِنَ الْخَيْمَةِ تُنَادِي:
Dari dalam tenda Ummu Kultsum berseru
يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَخْبِرِ الرَّجُلَ اِنَّ اللهَ قَدْ
أَكْرَمَهُ بِوَلَدٍ وَاِنَّ زَوْجَتَهُ بِخَيْرٍ. عِنْدَمَا سَمِعَ
الرَّجُلُ مِنْهَا (يَا اَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ) تَرَاجَعَ اِلَى
الْخَلْفِ مُنْدَهِشًا فَلَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ اَنَّ هَذَا عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ
Wahai Amiirul mukminiin, beritahukan kepada pria itu
sesungguhnya Allah telah memuliakannya dengan seorang anak laki-laki dan
sungguh istrinya dalam keadaan sehat. Ketika pria itu mendengar dari
Ummi Kultsum (wahai amiirul mukminii!) lalu dia pun menoleh ke belakang
sambil terheran-heran, sebelumnya dia sama sekali tak tahu bahwa itu
adalah ‘Umar bin Khathab
فَضَحِكَ سَيِّدُنَا عُمَرُ
Baginda ‘Umar pun tertawwa
وَقَالَ لَهُ: اَقْرِبْ.. أَقْرِبْ.. نَعَمْ اَنَا عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ وَالَّتِي وَلَّدَتْ زَوْجَتَكَ هِيَ اُمُّ كُلْثُوْمٍ
اِبْنَةُ عَلِيِّ بْنِ اَبِيْ طَالِبٍ.
Lalu ‘Umar berkata:
Mendekatlah! Mendekatlah kesini! Ya saya adalah ‘Umar bin Khathab dan
yang membidani istrimu adalah Ummu Kultsum anak dari ‘Ali bin Abi Tholib
فَخَرَّ الرَّجُلُ بَاكِيًا وَهُوَ يَقُوْل: آلُ بَيْتِ النُّبُوَّةِ
يُوَلِّدُوْنَ زَوْجَتِي؟ وَاَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ يَطْبَخُ لِي
وَلِزَوْجَتِيْ؟
Lalu pria itu pun tertunduk menangis, dia
mengatakan: keluarga Nabi membidani istriku? Sedangkan Amiirul
mukminiin memasak untukku dan istriku?
فَقَالَ عُمَرُ: خُذْ هَذَا وَسَآتِيْكَ بِالنَّفَقَةِ مَا بَقَيْتَ عِنْدَنَا.
‘Umar pun mengatakan: Ambillah makanan ini, saya akan datang kepadamu
dengan membawa nafkah selama engkau masih berada di dekat kami”
هَذَا هُوَ الْمِنْهَاجُ الَّذِيْ اَخَذُوْهُ مِنْ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَمَا كَانَتْ رِفْعَةُ عُمَرَ
بِمُجَرَّدِ صَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَقِيَامٍ، وَلَا فُتُوْحَاتٍ فَتَحَهَا فِي
الْأَرْضِ . . بَلْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ خَاضِعٌ خَاشِعٌ مُتَوَاضِعٌ
مُنِيْبٌ وَأَوَّابٌ ، يُقِيْمُ الْعَدْلَ وَالْحَقَّ فِي الْأَرْضِ ،
وَيُحَاسِبُ نَفْسَهُ قَبْلَ اَنْ يُحَاسِبَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ.....
Sobat fillahku,,,,Inilah ajaran yang diambil
oleh para sahabat dari baginda Muhammad s. a. w. kemuliaan ‘Umar
bukanlah hanya karena sholatnya, puasanya, serta bangun malamnya, bukan
pula karena penaklukan-penakluan negri yang dilakukannya di muka bumi.
Namun dia dahulu memiliki hati yang merendah, khusyu’, tawadhu’, sadar
dan selalu bertaubat. Dia menegakkan keadilan dan kebenaran di muka
bumi. Dan menghisab dirinya sediri sebelum dia dihisab oleh Allah swt
pada hari kiamat
إِنْ أَعْجَبَتْكَ الْقِصَّةُ قُمْ بِنَشْرِهَا
لِنُبَيِّنَ لِلنَّاسِ فَضْلَ الْإِسْلَامِ وَتَوَاضُعَ
الْمُسْلِمِيْنَ..وَأَنَّ دِيْنَنَا دِيْنٌ تَعَامُلٌ وَمَعْرُوْفٌ.
Sobat fillahku yang dimuliakan Allah swt,,Jikalah kisah ini membuat kita
takjub, yuk bersama kita ambil hikmahnya,,kita amalkan, berbagi bersama
dan berdakwah bersama untuk merasakan manisnya Iman dan cinta kepada
Allah swt beserta para Rasul-Nya dan indahnya berbagi sesama.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ
Ya Allah ampuni kami dan sayangilah kami wahai Yang Maha hidup dan Berdiri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar